Mazda CX-80 PHEV Rp1,19 Miliar: Sang Paus Darat yang Buas di Tanjakan namun Hening di Kemacetan

2 hours ago 3

loading...

Menawarkan heningnya mobil listrik di tengah kemacetan Ibu Kota namun siap meraung buas saat mendaki pegunungan, Mazda CX-80 PHEV hadir sebagai sebuah paradoks mewah. Foto: SindoNews/Danang Arradian

JAKARTA - Ada sebuah ironi yang manis, atau mungkin sedikit membingungkan, ketika kita duduk di balik kemudi Mazda CX-80 PHEV. Bayangkan tubuh bongsor sepanjang lima meter dengan bobot nyaris 2,3 ton—sebuah "paus darat" yang secara visual mengintimidasi aspal—namun ia meluncur tanpa suara, sehalus sutra, membelah kemacetan Jakarta yang bising.

Tidak ada getaran mesin, tidak ada raungan knalpot, hanya desingan futuristik nan samar dari motor listrik yang bekerja dalam senyap.

Namun, injak pedal gas itu sedikit lebih dalam, atau geser tuas Mi-Drive ke mode Sport, dan seketika watak aslinya yang ganda terkuak. Keheningan itu pecah, digantikan oleh simfoni mekanikal dari mesin bensin 2.500 cc yang meraung, seolah membangunkan naga yang tertidur.

 Sang Paus Darat yang Buas di Tanjakan namun Hening di Kemacetan

Di sinilah letak daya tarik terbesar SUV Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV) pertama Mazda di Indonesia ini: ia mencoba menjadi segalanya bagi semua orang—mobil keluarga yang ramah lingkungan, sekaligus mesin pemacu adrenalin bagi pengemudi yang merindukan filosofi Jinba-Ittai.

Dibanderol dengan harga Rp1.199.900.000 on the road Jakarta, Mazda CX-80 PHEV bukan sekadar alat transportasi. Ia adalah pernyataan status, eksperimen teknologi, dan ujian kompromi bagi kaum mapan yang belum sepenuhnya rela melepas mesin pembakaran internal demi beralih ke listrik murni.

Anatomi Sang Flagship: Perkawinan Dua Dunia

 Sang Paus Darat yang Buas di Tanjakan namun Hening di Kemacetan

Mazda CX-80 PHEV hadir sebagai pengisi celah strategis, atau mungkin lebih tepatnya, sebagai jembatan transisi. Di saat infrastruktur kendaraan listrik murni (Battery Electric Vehicle/BEV) masih menyisakan kecemasan jarak tempuh (range anxiety) bagi sebagian orang, teknologi PHEV yang diusung mobil ini menawarkan solusi jalan tengah yang cerdas.

Jantung pacu mobil ini adalah sebuah mahakarya kompleksitas teknik. Di balik kap mesinnya yang panjang—ciri khas arsitektur mesin longitudinal yang memberikan proporsi "mahal"—bersemayam mesin bensin e-SKYACTIV-G 2.5 liter, 4-silinder segaris DOHC, 16 katup.

Mesin konvensional ini sendirian mampu memeras tenaga sebesar 191 PS pada 6.000 rpm dan torsi 261 Nm pada 4.000 rpm.

Namun, cerita sesungguhnya ada pada mitra kerjanya: motor listrik bertenaga 175 PS (129 kW) dengan torsi 270 Nm.

Ketika kedua sumber tenaga ini bersatu padu, CX-80 menjelma menjadi monster dengan total tenaga gabungan mencapai 327 PS dan torsi puncak 500 Nm.

Angka ini bukan sekadar statistik di atas kertas; ini adalah jaminan performa yang mampu menghempaskan punggung Anda ke sandaran kursi kulit Nappa saat melakukan akselerasi.

 Sang Paus Darat yang Buas di Tanjakan namun Hening di Kemacetan

Tenaga buas tersebut disalurkan ke keempat roda melalui sistem penggerak i-ACTIV All-Wheel Drive (AWD) dan transmisi otomatis 8-percepatan. Absennya torque converter konvensional yang digantikan oleh kopling basah membuat perpindahan gigi terasa cekatan, langsung, dan mekanikal, memberikan sensasi berkendara yang jauh lebih engaging dibandingkan transmisi CVT yang kerap terasa "karet".

Efisiensi dalam Kerumitan: 60 Kilometer Tanpa Asap

 Sang Paus Darat yang Buas di Tanjakan namun Hening di Kemacetan

Salah satu nilai jual utama—dan alasan mengapa mobil ini layak dilirik meski harganya selangit—adalah baterai lithium-ion berkapasitas 17,8 kWh dengan tegangan 355 V yang tersembunyi di lantai kabin. Baterai inilah yang memungkinkan CX-80 melaju dalam mode Electric Vehicle (EV) murni.

Di atas kertas, Mazda mengklaim jarak tempuh mode listriknya mencapai 60 kilometer berdasarkan standar WLTP.

Dalam realitas jalanan Jakarta yang kejam dengan stop-and-go tiada henti, angka ini mungkin terkoreksi menjadi 40 hingga 50 kilometer. Namun, jarak itu sudah lebih dari cukup untuk mengakomodasi rutinitas harian kaum urban dari rumah di pinggiran kota menuju kantor di pusat bisnis Sudirman-Thamrin, tanpa membakar setetes bensin pun.

Read Entire Article
Info Buruh | Perkotaan | | |