loading...
Dr Eng Ir Muhammad Kozin, M.Sc, Peneliti BRIN, Ketua Umum Indonesian Corrosion Association (INDOCOR). Foto: Ist
Dr Eng Ir Muhammad Kozin, M.Sc.
Peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Ketua Umum Indonesian Corrosion Association (INDOCOR)
MENJELANGperayaan Natal, 58 tahun yang lalu, sebuah peristiwa yang menggemparkan terjadi di Amerika Serikat. Sore itu, tanggal 15 Desember 1967, Silver Bridge, sebuah jembatan gantung yang terbentang di atas Sungai Ohio, yang memisahkan negara bagian West Virginia dan Ohio, Amerika Serikat secara tiba-tiba runtuh. Jembatan megah yang dibangun pada tahun 1928 dengan desain yang inovatif pada saat itu menggunakan struktur eyebars dari baja berkekuatan tinggi, bukan menggunakan kabel pilin seperti jembatan gantung pada umumnya.
Dalam waktu yang singkat, jembatan sepanjang ratusan meter itu runtuh seketika, menghanyutkan 31 kendaraan dan puluhan orang ke dalam sungai serta menewaskan 46 orang. Hasil investigasi yang dilakukan oleh lembaga Federal Amerika Serikat menyimpulkan bahwa penyebab runtuhnya Silver Bridge bukan karena gempa bumi atau ditabrak kapal. Penyebabnya adalah sebuah retakan mikroskopis pada sambungan eyebars. Retakan ini disebabkan oleh fenomena yang dikenal dengan istilah retak korosi tegangan (stress corrosion cracking) dan korosi sumuran (pitting corrosion).
Korosi yang tersembunyi di dalam sambungan baja, ditambah beban lalu lintas dan suhu dingin menjadi pemicu terjadinya bencana tersebut. Peristiwa ini membuka mata dunia bahwa korosi bukan lagi sekadar masalah karat pada logam tua yang mengganggu dari sudut padang estetika saja, tetapi bisa juga menjadi ancaman yang mematikan.
Korosi sebagai Proses Alamiah
Korosi atau karat pada logam besi/baja sejatinya merupakan proses alamiah. Logam-logam yang diekstraksi dari alam berupa bijih mineral biasanya berada dalam kondisi yang tidak stabil secara termodinamika. Ketika terpapar lingkungan, logam cenderung kembali ke bentuk senyawa yang lebih stabil, seperti oksida. Korosi didefinisikan sebagai penurunan mutu/degradasi material akibat reaksi dengan lingkungannya. Proses ini melibatkan anoda (tempat terjadinya oksidasi logam), katoda (tempat terjadinya reaksi reduksi) dan elektrolit, media penghantar ion (air, tanah, larutan).
Dampak Korosi
Korosi tidak hanya berdampak terhadap keselamatan manusia, tetapi juga berdampak sangat merugikan dari sisi ekonomi. Berdasarkan studi dari National Association of Corrosion Engineers (NACE) - Association for Materials Protection and Performance (AMPP), kerugian ekonomi akibat korosi di seluruh dunia diperkirakan mencapai sekitar USD 2,5 triliun per tahun, atau setara dengan sekitar 3–4% dari Produk Domestik Bruto (PDB/GDP) global. Artinya, dari setiap USD 100 nilai ekonomi yang dihasilkan di dunia, sekitar USD 3–4 hilang hanya untuk menangani dampak korosi.
Di Amerika Serikat, misalnya, biaya langsung akibat korosi diperkirakan mencapai sekitar USD 276 miliar per tahun, yang setara dengan sekitar 3,1% dari PDB nasional. Biaya ini mencakup perbaikan jembatan dan jalan, penggantian pipa air dan gas, perawatan kendaraan dan mesin industri, serta perlindungan struktur bangunan. Negara-negara industri besar lainnya menunjukkan pola serupa, dengan biaya korosi berkisar 3–4% dari PDB masing-masing negara.
Di sektor industri dan manufaktur, korosi menurunkan umur pakai mesin dan peralatan. Akibatnya, perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk perawatan, penggantian suku cadang, dan penghentian sementara proses produksi (downtime). Penghentian sementara proses produksi ini berdampak langsung pada penurunan produksi dan pendapatan.
Di sektor energi, khususnya minyak dan gas, dampak ekonominya bahkan lebih besar. Korosi pada pipa, tangki, dan fasilitas lepas pantai menyebabkan biaya perawatan dan perbaikan yang sangat tinggi. Sementara itu, pada sektor infrastruktur publik, korosi mempercepat kerusakan jembatan, pelabuhan, rel kereta api, dan sistem perpipaan baik pipa air maupun gas.


































:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5315669/original/036979300_1755166331-20250808AA_BRI_Super_League_Persebaya_Surabaya_Vs_PSIM_Yogyakarta__5_of_75_.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5377618/original/064730800_1760124644-2.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5405336/original/061289300_1762440742-572131650_18535400431006712_4651309828750451428_n.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5406850/original/000591700_1762613614-WhatsApp_Image_2025-11-06_at_13.53.00.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5390103/original/004877800_1761227059-adam.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5403485/original/072797900_1762328490-572646150_18527069410028443_2263908646431501846_n.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5405414/original/096964600_1762479709-Red_Star_Belgrade_vs_Lille-5.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5405312/original/059386900_1762438221-574304230_18541908433014746_929382813160626846_n.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5311465/original/049606900_1754884729-ciro.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5144183/original/026949400_1740573054-20250226AA_PSIM_Yogyakarta_vs_Bhayangkara_FC-19.JPG)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5371309/original/097536600_1759646645-peter.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/5404400/original/084118500_1762404611-PERSIJA_4.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5307153/original/098770300_1754459746-1000192530.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/5404066/original/063133900_1762359630-PERSIJA22.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5406000/original/064856300_1762507540-Arema_FC_vs_Persija_Jakarta.jpg)