Penertiban Kawasan Hutan Harus Utamakan Kepastian Hukum dan Perlindungan Hak Masyarakat

23 minutes ago 1

loading...

Penyelesaian persoalan legalitas lahan merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). FOTO/dok.SindoNews

JAKARTA - Penyelesaian persoalan legalitas lahan merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Kepala Pusat Studi Sawit IPB University, Prof. Dr. Budi Mulyanto mendorong pemerintah segera melakukan penataan batas kawasan hutan secara lengkap dan rinci sesuai prosedur yang diatur dalam UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan serta memastikan bahwa setiap proses penetapan kawasan hutan dilakukan dengan menghormati hak-hak masyarakat sebagaimana diatur dalam

"Peta kawasan hutan yang selama ini dipakai pemerintah sebagai dasar berbagai tindakan penertiban, termasuk terhadap kebun sawit rakyat, tidak dapat dijadikan sebagai sumber hukum kebenaran," kata Budi dalam keterangannya. Hal itu disampaikannya dalam menanggapi implementasi Perpres 5/2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang menimbulkan keresahan luas di kalangan petani.

Baca Juga: Menteri LH Ungkap 8 Perusahaan Beraktivitas di Hulu DAS Batang Toru: Tambang Emas hingga Sawit

Data 1 Oktober 2025 menyebut Satgas PKH telah menyita sekitar 3.4 juta hektar lahan sawit yang dinilai illegal masuk kawasan hutan. Dari jumlah tersebut, 1,5 juta hektar lahan sawit telah diserahkan pengelolaannya kepada PT Agrinas Palma Nusantara.
Menurut Budi, masalah inti berada pada lemahnya proses penyusunan peta kawasan hutan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Ia menyoroti bahwa peta tersebut lahir dari prosedur yang tidak berjalan sesuai peraturan perundang-undangan, terutama UU 41/1999 tentang Kehutanan dan berbagai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait hak atas tanah.
Budi mengungkapkan bahwa KLHK selama puluhan tahun melakukan penataan batas kawasan hutan dengan sistem prioritasisasi karena keterbatasan anggaran.

Metode ini, menurutnya, berkonsekuensi fatal."Penataan batas dilakukan hanya pada batas luar kawasan terlebih dahulu, sementara permukiman, fasum, fasos, dan kebun masyarakat di dalamnya tidak pernah ditata secara detail. Hasilnya peta kawasan hutan tidak final, tidak lengkap, dan tidak dapat dijadikan dasar hukum," kata Budi.

Read Entire Article
Info Buruh | Perkotaan | | |