UPAH 2026: Antara Kesejahteraan Buruh dan Ancaman PHK"

6 hours ago 7

JAKARTA - Pekerja atau Buruh adalah wajah perusahaan bagi pelanggan, mitra, dan masyarakat umum. Interaksi mereka mencerminkan citra dan nilai perusahaan mencapai tujuannya, berinovasi, dan tumbuh secara berkelanjutan.

Buruh merasa bahwa kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2026 meskipun diapresiasi, belum sepenuhnya menjawab pemenuhan kebutuhan hidup mereka, terutama bila dibandingkan dengan laba perusahaan atau insentif lain yang diberikan.

Persaingan untuk mendapatkan pekerjaan sangat ketat karena jumlah angkatan kerja cukup besar. Selain itu, tingkat produktivitas dan keterampilan pekerja sering kali dikaitkan dengan upah membuat posisi tawar pekerja menjadi lemah, sehingga pengusaha dapat menawarkan upah yang relatif rendah.

Dalam hal ini Pemerintah berusaha mencari keseimbangan antara melindungi pekerja dan tidak membebani pengusaha secara berlebihan. Upah minimum ditetapkan berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL) dengan mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Nilai UMP dan UMK yang ditetapkan dianggap masih rendah oleh serikat buruh. Kenaikan harga barang pokok sering kali terasa lebih cepat, membuat upah minimum tidak mencukupi alias tergerus inflasi.

Pengusaha sering kali berdalih tidak mampu menanggung kenaikan UMP atau UMK 2026 karena khawatir akan meningkatkan beban biaya operasional dan mengancam keberlanjutan bisnis mereka

Asosiasi pengusaha (Apindo) beralasan kondisi industri masih dalam pemulihan pasca-pandemi dan kenaikan upah yang terlalu tinggi dapat memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). 

Akibatnya tidak sedikit dunia usaha, terutama sektor padat karya, mempertimbangkan untuk menangguhkan kenaikan upah minimum yang ditetapkan pemerintah

Kesulitan memenuhi kebutuhan hidup layak akan lebih dirasakan lagi oleh buruh yang menerima upah di bawah UMP atau UMK serta ketidakadilan karena perusahaan melanggar aturan. Sementara pengawasan Instansi terkait lemah.

Tahun 2026 ditandai dengan perjuangan buruh untuk mencapai kesejahteraan di tengah realitas ekonomi yang menantang, di mana pertumbuhan ekonomi diproyeksikan sekitar 5, 3 persen Produk Domestik Bruto (PDB) belum sepenuhnya berdampak positif pada pendapatan riil pekerja. 

Upah yang rendah membuat buruh dan keluarga mereka rentan secara finansial, sulit menabung tidak memiliki jaring pengaman saat menghadapi situasi darurat. 

Tahun 2026 akan menjadi periode krusial di mana buruh, pengusaha, dan pemerintah harus menavigasi dinamika ekonomi dan sosial yang kompleks untuk mencapai titik temu dalam isu pengupahan dan stabilitas kerja. 

Read Entire Article
Info Buruh | Perkotaan | | |