MAKASSAR, BKM — Wali kota terpilih Makassar Munafri Arifuddin menegaskan, pilwali telah selesai. Pemenangnya telah diumumkan oleh KPU Makassar, yakni pasangan Mulia (Munafri Arifuddin-Hj Aliyah Mustika). Dengan begitu, tidak ada lagi paslon 01, 02, 03, dan 04.
”Saatnya sekarang untuk rekonsiliasi guna membangun Makassar lima tahun ke depan. Saya bersama Ibu Aliyah akan bersama-sama untuk mewujudkan kesejahteraan yang lebih baik bagi warga Makassar,” ujar Appi –sapaan akrab Munafri Arifuddin– di depan jemaah salat Subuh Masjid Darussalam, Kompleks Bumi Bosowa Permai, Kelurahan Minasa Upa, Kecamatan Rappocini, Minggu (8/12).
Dengan raihan suara sebesar 54,7 persen sebagaimana hasil rekapitulasi yang dilakukan KPU Makassar, Appi optimistis bisa merealisasikan apa yang dijanjikannya saat kampanye. Ia pun mengajak kepada seluruh masyarakat Makassar untuk bersama-sama membangun kota ini.
Pasangan Mulia unggul sangat jauh dibandingkan tiga paslon lainnya, yakni Andi Seto Gadhista Asapa-Rezki Mulfiati Lutfi (Ssehati) yang meraih 162.427 suara atau 27,85 persen. Kemudian, Indira Jusuf Ismail-Ilham Ari Fauzi A Uskara (Inimi) dengan 81.405 suara atau 13,95 persen. Dan, Amri Arsyid-Rahman Bando (Aman) dengan 20.247 suara atau 3,47 persen berada di posisi buncit.
KPU Makassar merampungkan tahapan rekapitulasi penghitungan suara, pada Jumat malam 6/12).
Hanya saja saksi dari paslon Inimi enggan bertanda tangan dalam berita acara hasil rekapitulasi perhitungan suara. “Saksi dari pasangan nomor urut tiga dan paslon nomor urut satu di pilgub, yakni DIA tidak bertanda tangan,” ujar Ketua KPU Makassar Andi Muhammad Yasir Arafat.
Meski setelah skorsing sidang pleno dicabut dan sidang dibuka kembali, saksi dari Inimi dan DIA tidak kembali ke ruang sidang.
Dengan selisih keunggulan yang begitu jauh di pilwali, hampir pasti tidak ada ruang bagi paslon lain untuk menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu disampaikan pengamat politik dari UIN Alauddin Makassar Dr Attock Suharto. Menurutnya, setiap calon memang berhak mengajukan gugatan hasil ke MK setelah KPU menetapkan perolehan suara. Akan tetapi, ada syarat yang mesti dipenuhi.
Mantan aktivis itu menjelaskan, tata cara dan syarat mengajukan gugatan tertuang dalam Peraturan MK Nomor 3 Tahun 2004 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Sedangkan terkait syarat, kata dia, itu diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Di dalamnya termasuk syarat yang menegaskan soal persentase perbedaan perolehan suara dari total suara sah hasil penghitungan akhir yang ditetapkan KPU kabupaten/kota.
“Jadi ada ketentuannya, misalnya kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 jiwa, 500 ribu, atau yang di atas satu juta jiwa itu pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak misalnya sekian persen dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan KPU kabupaten/kota,” jelasnya.
Untuk diketahui, Pasal 158 UU Nomor 10 Tahun 2016 mengatur ketentuan bagi pilkada dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara. Ketentuan itu yakni kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2 persen dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU kabupaten/kota.
Kemudian, kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 250.000 jiwa sampai dengan 500.000 jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan apabila terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5 persen dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan KPU.
Selanjutnya, kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500.000 jiwa sampai dengan 1.000.000 jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1 persen dari total suara sah hasil penghitungan. Lalu, kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 0,5 persen dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir.
Berdasar poin-poin dari pasal 158 ini, Attock Suharto mengatakan tidak mungkin bagi rival Mulia untuk menggugat ke MK.
Banyak Surat Suara Rusak
Secara keseluruhan, warga yang menggunakan hak pilihnya yakni 597.794. Dari jumlah itu, ada 14.603 suara yang dinyatakan tidak sah. Tingkat partisipasi pemilih hanya 57,65 persen. Angka itu jauh di bawah target 70 persen yang sebelumnya ditetapkan.
Dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 1.037.164, hanya 597.794 yang hadir di tempat pemungutan suara (TPS).
Ketua KPU Makassar Andi Muhammad Yasir Arafat mengakui partisipasi pemilih hanya mencapai 57,65 persen. Ini jauh di bawah target KPU Makassar sebesar 70 persen. “Hitung-hitungan kasar kami itu di 57 persen partisipasi pemilih untuk pilwali dan pilgub,” ujarnya.
Tak hanya itu, jumlah surat suara tidak sah mencatatkan angka mengejutkan lantaran mencapai 44.977. Yasir Arafat mengungkap, salah satu faktor yang menjadi penyebab tingginya jumlah surat suara tidak sah atau rusak.
“Kalau kita melihat kemarin dalam diskusi rekapitulasi tingkat Kota Makassar dan semua saksi mempertanyakan terkait suara tidak sah, jawaban PPK ketika monitoring TPS itu suara tidak sah ada karena mencoblos dua-duanya (coblos semua kandidat) atau merusak kertas suara dengan cara merobek atau menghilangkan gambar paslon,” ucap Yasir. (jun)