Ekonomi Sulsel Belum Membaik

2 weeks ago 23

MAKASSAR, BKM — Kondisi perekonomian di Sulawesi Selatan sepanjang tahun 2024 dianggap belum menunjukkan tren yang sepenuhnya positif atau membaik.

Meski pada triwulan III 2024 tumbuh 5,08 persen, namun persentase tersebut belum signifikan, khususnya pada sektor usaha.
“Sebenarnya ekonomi Sulsel secara umum itu ada kenaikan terhadap tahun 2024, tapi tidak signifikan. Triwulan III kemarin cuman 5 persen,” ungkap Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sulsel Suhardi, Kamis (12/12).

Dia mengatakan, kondisi ekonomi Sulsel saat ini masih dalam pemulihan menuju pada tren yang positif. Kendati saat ini pada aspek tertentu sudah menunjukkan tren yang positif, seperti daya beli rumah tangga.

“Berjalan menuju pemulihan ekonomi. Kita lihat ada kenaikan triwulan III ini (tidak signifikan). Daya beli rumah tangga juga bagus. Jadi saya kira menuju ke pemulihan membaik. Kalau ditanya sudah baik, belum juga,” katanya.

Padahal, lanjut Suhardi, kekayaan dan sumber daya yang dimiliki Sulsel seharusnya sudah dapat menyentuh 7 persen pertumbuhan ekonomi.

“Kita kan pernah mencapai sampai 7 persen dan selalu di atas rata-rata nasional,” jelasnya.

Khusus pada sektor usaha, ia mengatakan pihaknya masih seringkali diperhadapkan dengan keruwetan regulasi yang acap kali memperlambat proses perizinan.

“Kalau hambatan pasti ada, seperti regulasi pemerintah untuk mempermudah (proses perizinan), kemudian ada insentif,” terangnya.

Disamping itu, kata Suhardi, pengusaha saat ini diperhadapkan dengan tuntutan pajak oleh pemerintah yang tak berkesudahan. Ini yang cukup melelahkan bagi pengusaha.

“Kemudian juga keluhan dituntut pajak. Pajak itu sangat menekan dari persoalan yang melelahkan,” bebernya.

Pengusaha seringkali didorong oleh pemerintah untuk ikut berkontribusi. Tapi pada saat yang bersamaan justru tidak menjamin dan memberikan kemudahan berusaha.

“Jadi kita mau fokus ke bisnis, sementara aparat tidak tidak memberikan kemudahan,” tandasnya.

Terpisah, Ketua Asosiasi Industri Usaha Mikro Kecil Menengah (IUMKM) Akumandiri Sulsel Bachtiar Baso mengatakan, kondisi ekonomi khususnya pada sektor UMKM masih terbilang normatif.

Pasalnya, sepanjang tahun 2024 belum ada pendekatan yang lebih inovatif dapat mendulang sektor UMKM pada peningkatan usaha yang menjanjikan.

“Secara khusus di sektor UMKM kondisi yang ada sebenarnya cenderung normatif saja. Tidak ada sesuatu yang luar biasa terjadi,” tegasnya.

Kendati demikian, terdapat sektor tertentu menunjukkan tren yang cukup membaik. Seperti sektor pengolahan yang berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi.

“Di beberapa sektor mulai bertumbuh, termasuk di sektor pengolahan, yang menjadi salah satu penyumbang terbesar perekenomian d Sulawesi Selatan,” ujarnya.

Di sisi lain, lanjut Bahtiar, kegiatan politik di tahun ini, seperti pilpres dan pilkada ikut memberikan dampak positif terhadap iklim UMKM.

“Terus menyesuaikan dengan perkembangan situasi ekonomi secara global, di awal tahun momentum politik itu aktivitas di masyarakat cukup banyak. Sehingga memberikan banyak aktivitas pelaku UMKM kita, dari pilpres samapi pilkada,” pungkasnya.

Terpisah, pengamat ekonomi Unhas Prof Hamid Padu, mengatakan pertumbuhan ekonomi Sulsel beberapa tahun terakhir terus mengalami kemunduran dibandingkan 10 tahun lalu yang bisa mencapai di atas 5 persen.

“Llihat saja pertumbuhan ekonomi sekarang, maju atau alami kemunduran. Lihat sejarah pertumbuhannya, lihat lintasan pertumbuhan ekonomi dari 10 tahun yang lalu. Selalu jauh di atas rata-rata pertumbuhan nasional,” bebernya.

Dia mengatakan, pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi pun terlalu rendah. Hal ini memacu kegiatan dalam rangka mendorong perekonomian.

“Potensi pertumbuhan ekonomi di Sulsel itu memang harusnya di atas 5 persen. Tetapi yang ditetapkan selama ini selalu di bawah. Padahal tahun 2023, 2024 itu kan kondisi ekonomi normal. Jadi potensi kapasitas terpasangnya pertumbuhan ekonomi saat ini rendah. Terbukti sekarang ditetapkan 4,5 persen sampai 4,6 persen. Kita capaiannya 4,8 persen,” terangnya.

Menurutnya, masalah kemiskinan dan pengangguran harus menjadi perhatian serius pemerintah dengan mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

“Harus sama dengan 10 tahun yang lalu, kita bisa capai di atas 7 persen dan seterusnya. Padahal apa yang mau diselesaikan di Sulawesi Selatan soal pengangguran, soal tingkat kemiskinan, mestinya diisi dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Jadi pemerintah yang menentukan target terlalu rendah,” tegasnya.

Guru Besar Unhas Bidang Ekonomi itu mengatakan bahwa potensi ekonomi di Sulsel yang jauh lebih menjanjikan tidak tergarap dengan baik untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi.

“Sulsel itu potensi tumbuhnya jauh lebih besar. Beda dengan Jawa, karena di sana tingkat pertumbuhan ekonomi sudah mentok karena mereka sudah tergarap sekian lama. Padahal infrastruktur kita sudah bagus. Pelabuhan dibangun, bendungan dibangun, bandara dibangun, jalan diperluas. Mestinya dengan perbaikan infrastruktur investasi meningkat, aktivitas ekonomi Sulsel itu lebih cepat, lebih bergeliat,” kuncinya. (jun)

Read Entire Article
Info Buruh | Perkotaan | | |