BI Sarankan Pemda Maksimalkan Operasi Pasar Murah

2 months ago 64

Untuk Tekan Inflasi

Jumat 16 Mei 2025 07:00 am oleh

ist DIALOG--Bank Indonesia meggelar Dialog Ekonomi, Rabu (14/5), di Kantor Bank Indonesia, Jalan Jenderal Sudirman Makassar.

MAKASSAR, BKM — Bank Indonesia Wilayah Sulawesi Selatan mencatat inflasi pada bulan April 2025 sebesar 1,75 persen. Angka tersebut lebih landai dibanding inflasi yang terjadi pada Maret 2025 yang tercatat berada di kisaran 2,16 persen.

Dengan perkembangan tersebut, laju inflasi sampai dengan April 2025 secara year to date (ytd), tercatat sebesar 2,25 persen.
Kondisi inflasi tersebut dipaparkan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sulsel, Rizki Ernadi Wimanda dalam Dialog Ekonomi yang digelar Bank Indonesia, Rabu (14/5) di Kantor Bank Indonesia, Jalan Jenderal Sudirman Makassar.

Dalam kegiatan bertajuk Ekonomi Sulsel di Pusaran Perang Dagang Global 2.0: Menakar Risiko, Menjemput Peluang, Rizki memaparkan, April 2025 cukup menyedihkan karena Sulsel berada pada rangking dua tertinggi inflasinya.

“Walaupun masih relatif aman, tapi patut untuk diperhatikan secara year to date, angka 2,25 persen ini sudah melampaui target indikatif,” beber Rizki.
Dia memaparkan, ada beberapa faktor yang menjadi penyumbang inflasi di Sulsel. Diantaranya kenaikan harga logam mulia emas serta normalisasi tarif listrik pasca pemerintah mencabut subsidinya.
Selain itu, kata Rizki, ada sejumlah komoditas yang juga memberi dampak signifikasi terhadap inflasi di Sulsel. Diantaranya cabai rawit, beras, ikan bandeng, ikan cakalang, tarif pulsa, hingga bawang merah.
Menurut Rizki, hampir seluruh kabupaten/kota yang disurvei oleh Badan Pusat Statistik (BPS), mendapat rapor merah karena inflasi yang terjadi cukup mengkhawatirkan.
Persoalan itu harus menjadi warning dan perhatian pemerintah daerah (pemda), terutama Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) masing-masing.

“Jadi warning untuk kita, bagaimana TPID bisa bekerja lebih keras lagi untuk menurunkan harga-harga komoditas yang menjadi kebutuhan utama masyarakat,” beber Rizki.
Dia mengatakan kebijakan pemerintah daerah dalam menggelar pasar murah selama ini belum memberi dampak yang cukup signifikan dalam menekan laju inflasi.
Karena itu, dia menyarankan pemerintah daerah bisa menggunakan anggaran Bantuan Tidak Terduga (BTT) untuk menggelar pasar murah lebih masif lagi.

“Jadi perlu penggunaan BTT untuk operasi pasar murah dalam rangka stabilisasi harga dalam jangka pendek. Hal itu sesuai dengan Permendagri Nomor 15 Tahun 2024,” tambah Rizki.
Menurutnya, pemanfaatan dana BTT masih memerlukan optimalisasi agar lebih responsif dalam mendukung intervensi harga melalui operasi pasar murah.
Selain itu, lanjut dia, produk yang dijual di pasar murah belum sepenuhnya menyasar komoditas utama penyumbang inflasi.
“Sementara inflasi pangan banyak dipengaruhi harga cabai, bawang merah, ikan, dan minyak goreng yang masih relatif tinggi,” tandasnya. (rhm)






Read Entire Article
Info Buruh | Perkotaan | | |