Kasi Penkum Kejati Sulsel Penyuluhan Antikorupsi di Depan Taruna Polimarim AMI Makassar

4 days ago 23

Rabu 28 Mei 2025 21:31 pm oleh

MAKASSAR, BKM — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel) melalui Seksi Penerangan Hukum (Penkum) menggelar penyuluhan hukum di kampus Politeknik Maritim (Polimarim) AMI Makassar, Rabu (28/5). Kasi Penkum Soetarmi,S.H., M.H. menyampaikan materinya di depan dosen dan ratusan taruna yang hadir.

Didampingi Wakil Direktur (Wadir) III Mashudi Gani,S.Sos., M.M. dan Wadir II Alfian,S.H., M.H., Kasi Penkum Soetarmi membahas tentang bahaya korupsi. Ia mengawalinya dengan menjelaskan beleid yang terkait penanganan korupsi. Diantaranya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999.

”Dalam upaya pemberantasan korupsi, terdapat tiga institusi penegak hukum yang terlibat di dalamnya. Masing-masing Polri dan Kejaksaan, hingga kemudian dibentuklah lembaga super power yaitu KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),” ujar Soetarmi.

Ia lalu mengaitkan budaya siri’ yang ada di tengah masyarakat Bugis-Makassar dalam upaya mencegah tindak pidana korupsi di Sulsel. Soetarmi lalu meminta taruna untuk menyebutkan arti kata siri’. Dijawab oleh seorang taruna dengan menyebut siri’ berarti malu, dan satunya lagi mengartikannya sebagai harga diri.

”Kalau dulu orangtua kita bila dipakasiri’ taruhannya adalah nyawa. Harusnya itu tetap dipegang sampai sekarang. Nyatanya, banyak pejabat yang terjerat kasus korupsi tapi tidak malu hingga akhirnya dimasukkan ke dalam penjara. Padahal seburuk-buruknya tempat yang ada di muka bumi ini adalah penjara,” jelas Soetarmi.

Kepada para taruna taruni yang ikut dalam penyuluhan hukum ini, Soetarmi mengingatkan mereka kelak bisa menjadi aparatur sipil negara (ASN) serta profesi lainnya. Dalam posisi itu semuanya berpotensi melakukan tindak pidana korupsi. Tak terkecuali mereka yang bekerja sebagai petani.

”Korupsi itu bisa terjadi bila niat ditambah kesempatan. Jika keduanya digabungkan muncullah tindak kejahatan. Jangan sampai lalai,” kata Soetarmi.

Jika mengacu pada UU Antikorupsi, tidak harus pejabat yang bisa diproses hukum karena tindak pidana korupsi. Mereka yang berkarier di institusi, baik negeri maupun swasta bisa saja terjerat.

Di bagian lain penjelasannya, Soetarmi menerangkan bahwa terkait pengusutan kasus dugaan korupsi, biasanya penyidik melayangkan dua jenis panggilan. Bisa panggilan dengan status sebagai saksi, bisa pula tersangka.

”Jadi ada dua jenis panggilan dari penyidik, yaitu sebagai saksi atau tersangka. Sering kita dengar yang dipanggil sebagai saksi biasanya dekat-dekat dengan tersangka. Semua itu ditentukan dari perkembangan kasus yang tengah ditangani,” ungkap Soetarmi.

Di bagian akhir kegiatan, Soetarmi memberikan kesempatan kepada dua taruna taruni untuk mengajukan pertanyaan. Salah satunya bertanya tentang penanganan kasus korupsi yang menetapkan seorang sekretaris desa (sekdes) sebagai tersangka, meski dia tidak menikmati uang dari hasil korupsi tersebut.

Pertanyaan itu mengutip penjelasan Soetarmi yang disampaikan dalam pemaparan sebelumnya. Menurutnya, kasus tersebut mengundang perhatian serius dari Menteri Koordinator (Menko) Polhukam yang ketika itu dijabat oleh Mahfud MD.

”Setelah Menko Polhukam waktu itu turun tangan, akhirnya sekdes yang sempat viral karena dijadikan tersangka kemudian dibebaskan. Selanjutnya kepala desanya yang ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus korupsi,” jelas Soetarmi.

Di akhir kegiatan, sebagain bentuk apresiasi terhadap kedua penanya, Soetarmi menyerahkan cinderamata. Termasuk kepada Wadir III Mashudi Gani. (*)






Read Entire Article
Info Buruh | Perkotaan | | |