Rabu 14 Mei 2025 07:00 am oleh ronalyw
MAKASSAR, BKM — Rencana pemerintah pusat menghapus sistem kerja outsourcing kembali menuai sorotan. Di Makassar, kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran baru di tengah upaya pemerintah kota memberantas angka pengangguran.
Ketua Komisi D DPRD Makassar, Ari Ashari Ilham, menegaskan bahwa kebijakan penghapusan outsourcing tak bisa diterapkan begitu saja tanpa kesiapan yang matang di tingkat daerah. Ia mempertanyakan langkah konkret Pemerintah Kota Makassar jika kebijakan tersebut mulai diberlakukan.
”Outsourcing dihapus, lalu bagaimana nasib tenaga kerja yang selama ini bergantung pada sistem itu? Jangan sampai niat baik justru menambah jumlah pengangguran,” ungkapnya, Selasa (13/5).
Menurutnya, Pemkot Makassar harus terlebih dulu menyiapkan skenario mitigasi, termasuk cadangan lapangan kerja baru serta jaminan perlindungan bagi para pekerja terdampak. Tanpa itu, kebijakan akan menjadi bumerang.
”Kecuali memang sudah ada solusi alternatif dan regulasi yang jelas, seperti cadangan tenaga kerja atau lapangan pekerjaan baru. Kalau belum, maka wajar jika kebijakan ini kita pertanyakan,” ucanya.
Lanjut Legislator dari Partai NasDem ini menambahkan, penghapusan outsourcing harus diikuti dengan kejelasan arah kebijakan dan dukungan regulasi daerah. Peraturan Daerah (Perda) maupun Peraturan Wali Kota (Perwali) dinilai sangat penting untuk menjamin pelaksanaan yang adil dan tidak merugikan tenaga kerja.
”Tidak bisa sekadar meniru kebijakan pusat tanpa memperhatikan kesiapan lokal. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Harus ada regulasi yang kuat, jangan coba-coba,” tegasnya.
Ari juga menyoroti kemungkinan dampak jangka panjang dari penghapusan outsourcing yang dilakukan secara terburu-buru. Selain mengganggu stabilitas ketenagakerjaan, langkah ini juga bisa membuat pelaku usaha ragu membuka lapangan pekerjaan baru.
”Kita ingin melindungi tenaga kerja dari praktik semena-mena, tapi di saat yang sama kita juga tidak ingin menciptakan ketakutan bagi dunia usaha. Maka, perlu keseimbangan antara perlindungan dan keberlanjutan ekonomi,” imbuhnya.
Ari pun mendorong dilakukannya kajian mendalam sebelum Pemkot Makassar mengambil sikap. Ia berharap kebijakan ini, jika memang akan diterapkan, harus benar-benar memberikan dampak positif dan tidak sekadar mengikuti tren nasional. “Jika memang bermanfaat, ya kita dukung. Tapi harus dikaji dulu secara serius. Jangan sampai semangatnya mulia, tapi praktiknya justru menyulitkan masyarakat,” tuturnya.
Sementara itu, Sekretaris Komisi D DPRD Makassar, Reski Nur, turut angkat suara mengenai isu ini menilai, penghapusan sistem outsourcing adalah kebijakan besar yang perlu disikapi dengan cermat dan bijak, terutama oleh pemerintah daerah sebagai pelaksana di lapangan.
”Kita tidak bisa membiarkan pekerja yang selama ini menggantungkan hidup pada sistem outsourcing tiba-tiba kehilangan arah. Harus ada jaminan bahwa mereka tidak akan ditinggalkan begitu saja,” Katanya.
Selain itu, Legislator dari Fraksi PKS itu menyoroti perlunya koordinasi antarlembaga, termasuk antara pemerintah daerah dan pusat, dalam menyikapi transisi kebijakan ini. Menurutnya, Makassar tidak bisa berdiri sendiri tanpa dukungan penuh dari kebijakan nasional yang sinkron.
”Kalau pusat ingin menghapus outsourcing, maka daerah juga harus diberikan ruang dan fasilitas untuk menyerap dampaknya. Jangan hanya menyerahkan tanggung jawab, tapi tidak memberikan instrumen pendukungnya,” ucapnya.
Ia menegaskan bahwa DPRD akan terus mengawal kebijakan ini agar tidak merugikan masyarakat. “Kami di Komisi D akan mendorong agar pemerintah kota melakukan kajian menyeluruh, dan jika perlu, menyediakan jaring pengaman sosial bagi para pekerja yang terkena dampak langsung,” bebernya. (Ita)