Selasa 26 November 2024 07:00 am oleh ronalyw
PAREPARE, BKM — Dalam upaya memperkuat pengawasan selama pemilihan serentak, Bawaslu Sulawesi Selatan (Sulsel) menggelar sosialisasi dan pelatihan patroli siber di Hotel Bukit Kenari, Kota Parepare, Senin (25/11). Kegiatan ini bertujuan untuk mendeteksi dan mencegah pelanggaran pemilihan serentak di ruang digital, sekaligus menangkal penyebaran informasi menyesatkan dan provokatif.
Anggota Bawaslu Sulsel Saiful Jihad membuka kegiatan tersebut. Hadir pula Ketua Bawaslu Kota Parepare Muh Zainal Asnun. Sosialisasi dan pelatihan menghadirkan dua narasumber. Mereka adalah Rusli Djafaar dan Darwiaty Dalle yang merupakan anggota senior dari dunia pers.
Dalam sambutannya, Saiful Jihad menyoroti pentingnya sinergi antara Bawaslu dan media dalam menjaga netralitas dan ketertiban selama masa pemilu, khususnya di ranah digital.
“Pada masa tenang ini, kita berharap masyarakat tidak tegang. Masa tenang seharusnya menjadi momen refleksi, bukan justru menimbulkan ketegangan. Media memiliki peran penting dalam memastikan proses demokrasi politik berjalan dengan baik,” katanya.
Ia juga menekankan bahwa media adalah pilar keempat demokrasi yang bertugas menjaga ruang kontrol publik dan memastikan pemilu berlangsung secara jujur dan adil. “Sinergi dengan media sangat penting. Banyak informasi yang kami peroleh dari media, dan kami yakin kerja sama ini dapat memperkuat pengawasan, khususnya di media siber. Jangan sampai dunia maya menjadi ruang untuk kampanye ilegal selama masa tenang,” jelasnya.
Namun, Saiful juga mengakui bahwa pengawasan pemilu memiliki tantangan tersendiri, terutama bagi Panwaslu di lapangan. Menurutnya, posisi Panwaslu kerap dianggap salah dalam menjalankan tugas, baik saat menggunakan atribut resmi maupun tidak.
“Ini dinamika menuju demokrasi yang lebih baik. Tantangan ini harus kita hadapi bersama demi terciptanya suasana pemilu yang tenang dan kondusif,” ungkapnya.
la juga menekankan pentingnya kepastian hukum dan mengimbau untuk mencegah segala bentuk kecurangan di TPS yang dinilai sebagai kejahatan demokrasi terberat.
“Di berbagai daerah masih banyak keluhan masyarakat. Momentum ini menjadi penentu dalam mencari pemimpin yang berkualitas untuk masa depan yang lebih baik,” tandasnya. (mup/c)