Khawatir Terjadi PHK dan Lapangan Kerja Terhambat
Selasa 3 Desember 2024 07:00 am oleh ronalyw
MAKASSAR, BKM — Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto telah menetapkan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5 persen.Kebijakan tersebut mendapat reaksi dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Tak terkecuali di Sulawesi Selatan.
Ketua APINDO Sulsel Suhardi mengatakan, kenaikan UMP 2025 ini cukup tinggi. Pihaknya khawatir akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pertumbuhan lapangan kerja berpotensi terhambat.
“Hal ini dikhawatirkan akan dapat memicu gelombang PHK serta menghambat pertumbuhan lapangan kerja baru,” kata Suhardi dalam keterangan resminya, Senin (2/12).
Kenaikan UMP yang cukup signifikan ini kata dia, akan berdampak langsung pada biaya tenaga kerja dan struktur biaya operasional perusahaan, khususnya di sektor padat karya.
“Dalam kondisi ekonomi nasional yang masih menghadapi tantangan global dan tekanan domestik, kenaikan ini berisiko meningkatkan biaya produksi dan mengurangi daya saing produk Indonesia, baik di pasar domestik maupun internasional,” ujarnya.
Dia mengatakan, kenaikan UMP 2025 ini belum memiliki kejelasan terhadap dasar perhitungan. Seperti kondisi ekonomi dan variabel perhitungan tenaga kerja.
“APINDO menunggu penjelasan pemerintah terkait dasar perhitungan yang digunakan untuk menentukan kenaikan sebesar 6,5 persen,” ucapnya.
“Hingga saat ini, belum ada penjelasan komprehensif terkait metodologi perhitungan kenaikan ini, terutama apakah telah memperhitungkan variabel produktivitas tenaga kerja, daya saing dunia usaha, dan kondisi ekonomi aktual,” sambungnya.
Menurutnya, perhitungan ini penting agar kebijakan yang diambil mencerminkan keseimbangan antara kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan dunia usaha.
“Penjelasan penetapan UMP 2025 ini juga diperlukan bagi dunia usaha untuk mengambil sikap ke depan terhadap ketidakpastian kebijakan pengupahan yang masih terus berlanjut,” ungkapnya.
Bagi dunia usaha, kata Suhardi, kenaikan upah minimum bukan tentang setuju atau tidak setuju. Tapi persoalan mampu atau tidak untuk memenuhi kenaikan tersebut.
Namun, lanjut dia, jika perusahaan tidak mampu menanggung kenaikan biaya tenaga kerja, maka keputusan rasional terhadap penghitungan usaha akan dapat terjadi ke depan.
“Yaitu penundaan investasi baru dan perluasan usaha, efisiensi besar-besaran yang dapat berdampak pada pengurangan tenaga kerja, atau keluarnya usaha dari sektor industri tertentu,” tandasnya.
Sebagai pengusaha, ia menyayangkan seolah-olah masukan dunia usaha tidak didengarkan oleh pemerintah dalam penetapan kebijakan UMP 2025.
APINDO selama ini, lanjut Suhardi telah berpartisipasi secara aktif dan intensif dalam diskusi terkait penetapan kebijakan upah minimum.
Kami telah memberikan masukan yang komprehensif dan berbasis data mengenai fakta ekonomi, daya saing usaha, serta produktivitas tenaga kerja,” tegasnya.
“Namun, masukan dari dunia usaha sebagai aktor utama yang menjalankan kegiatan ekonomi nampaknya belum menjadi bahan pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan,” pungkasnya.
Terpisah, Ketua Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI Sulsel) Andi Malanti mengatakan, kenaikan UMP tertinggi ini baru dilakukan semenjak Presiden Prabowo Subianto.
“Perlu APINDO ketahui bahwa sejak Jokowi jadi Presiden, kenaikan UMP itu kenaikannya sangat kecil sekali dan bahkan tahun 2022 itu tidak ada kenaikan,” ucapnya.
Dia mengatakan, kebijakan yang dilakukan Presiden Prabowo ini dinilai sudah tepat. Karena kondisi ekonomi sudah semakin membaik dan berpotensi meningkatnya kebutuhan pokok.
“Jadi paling tidak kebijakan presiden ini melihat situasi bahwa kenaikan UMP Sangat memprihatinkan” ujarnya.
Dia membantah kekhawatiran Apindo terhadap potensi PHK dan ancaman bagi pengusaha. Karena pada 2010 lalu, UMP di Sulsel pernah naik hingga 20 persen tapi perusahaan tidak gulung tikar.
“Sulsel itu pada tahun 2010 perna naik UMP sampai 20 persen. Ini nda seberapa 6,5 persen. Kalau naik 6,5 persen sampai pengusaha gulung tikar itu cuman 6,5 persen. Makanya saya bilang tadi di atas 20 persen kenaikan UMP tidak ada kok yang gulung tikar,” kata dia.
Olehnya itu, ia mengatakan bahwa instruksi Presiden Prabowo ini sudah seharusnya ditindaklanjut oleh Gubernur Sulsel. Tanpa harus membahas lagi UMP.
Menurutnya, Dewan Pengupahan Sulsel nantinya hanya membahas upah sektoral dengan acuan-nya terhadap instruksi Presiden atas penetapan UMP 6,5 persen.(jun)